Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa utang pemerintah kembali naik pada semester I-2024. Saat ini, total utang pemerintah mencapai Rp8.444,87 triliun, mengalami kenaikan sebesar Rp91,85 triliun dari periode sebelumnya di akhir Mei 2024. Komposisi utang pemerintah ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.418,76 triliun, atau setara dengan 87,85% dari total utang pemerintah.
Dari jumlah tersebut, SBN domestik mencapai Rp5.967,70 triliun, yang terdiri dari SUN sebesar Rp4.732,71 triliun dan SBSN sebesar Rp1.234,99 triliun. Sedangkan SBN dalam denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp1.451,07 triliun, dengan SUN sebesar Rp1.091,63 triliun dan SBSN sebesar Rp359,44 triliun.
Selain itu, utang pemerintah yang berasal dari pinjaman mencapai Rp1.026,11 triliun, atau setara dengan 12,15% dari total utang pemerintah. Pinjaman tersebut terbagi menjadi pinjaman dalam negeri sebesar Rp38,10 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp988,01 triliun.
Dari segi kepemilikan, lembaga keuangan memegang sekitar 41,1% dari total SBN domestik, sementara Bank Indonesia (BI) memiliki 23,1%. Kepemilikan asing terhadap SBN domestik mencapai 13,9%. Sedangkan kepemilikan investor individu terus meningkat sejak 2019, mencapai 8,6% per akhir Juni 2024. Sisa kepemilikan SBN domestik dipegang oleh institusi domestik lainnya.
Meskipun rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) naik menjadi 39,13% per akhir Juni 2024, hampir mendekati 40%, rasio ini masih di bawah batas rasio utang dan target strategi pengelolaan utang jangka menengah. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, batas rasio utang adalah 60%, sementara target strategi pengelolaan utang jangka menengah adalah 40%.
Untuk mengelola risiko utang, pemerintah melakukan penerbitan utang dengan tenor jangka panjang. Profil jatuh tempo utang pemerintah memiliki rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) sebesar 7,98 tahun. Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik.
Pemerintah juga terus menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal dalam pengelolaan utang. Meskipun rasio utang meningkat, pemerintah tetap konsisten dalam mengelola utang secara cermat dan terukur.